Kreasi Seni Pertunjukan Wayang Golek Selalu Menampilkan Daya Tarik Tersendiri





                                                                                                                                                                                         
Wayang golek merupakan kesenian asli Jawa Barat yang dikenal hingga ke mancanegara. Pertunjukannya begitu khas dan menarik. Cerita yang dibangun juga mengandung nilai-nilai Filosofis kehidupan. Untuk mempertahankan kesenian ini, berbagai event diselenggarakan, seperti Gelar Tiga Dalang di Taman Budaya, Dago
Anak muda zaman sekarang, khususnya masyarakat Jabar, hampir semua mengenal Cepot, tapi belum tentu mengenal , Arya Seta , Bisma, Bima, Arjuna, dan lainnya sebagai tokoh pewayangan. Padahal, jika mengenalnya, bukan tidak mungkin Anda akan selalu duduk manis menyaksikan setiap pertunjukan wayang golek.

Prof Madoka Fukuoka dari Graduate School of Human Sciences Osaka University sebagai penelitian Komik Wayang R. A. Kosasih mengatakan, pengetahuan mengenai pertunjukkan wayang sangat penting. Dia menjelaskan, dengan miliki pengetahuan soal wayang, hal itu akan membuat penonton semakin dapat menikmati dan mencintai seni pertunjukkan kesenian Sunda.

Lihat saja pada pementasan wayang golek yang berlangsung di Teater Terbuka Taman Budaya Jawa Barat, Jalan Bukit Dago Utara, Bandung, belum lama ini, jumlah penontonnya cukup banyak. Bukan hanya kalangan tua yang hadir, melainkan para anak muda dari berbagai kalangan dan lintas profesi,pelajar, mahasiswa seniman dan masyarakat umum.

Antusias masyarakat yang menyaksikan hiburan tradisional ini cukup tinggi, mengingat pagelaran kali ini menampilkan lain dari biasanya, yaitu menampilkan tiga dalang sekaligus dalam satu lakon cerita dalam sebuah konsep pagelaran yang menarik yakni tiga jagat dan tiga dalang dengan pengiring gamelan yang tentunya kolaborasi dari masing-masing nayaga dalang itu sendiri. Mereka adalah Ki Dalang Dadan Sunandar Suanrya dari Lingkung Seni Putra Giri Harja 3, Ki Dalang Apep Hudaya dari Lingkung Seni Giri Komara Karawang dan Ki Dalang Wawan Dede A.Sutarya dari Munggul Pawenang Putra Bandung. Madoka mengaku, pementasan wayang sangat penting dengan adanya generasi penerus yang mau menjadi sutradaranya alias dalang. Dan hal penting lainnya, kehadiran penonton.

Dua hal itu yang membuat wayang tetap bisa eksis. satu keberadaan wayang itu sendiri kedua tentunya adalah penonton dalam artian peminatnya untuk masa depan. Saya harap akan banyak pengetahuan tentang seni budaya, termasuk wayang golek yang bisa mereka dapatkan dan selalu bisa menikmati berbagai seni budaya Sunda,” kata Madoka.

Dalam pagelaran yang mengambil judul "Bisma Rubuh" sangat kentara sekali dari keinginan ketiga dalang tersebut untuk mengajak apresiasi anak muda dalam pengenalan isi cerita, mengingat kata 'Rubuh" bagi sebagian yang masih awam dalam dunia wayang terkesan asing, berbeda dengan kata "Gugur" semacam Gatotkaca Gugur, Dorna Gugur dan lain sebagainya. Lakon yang mengambil dari kisah Bharatayudha ini di kisahkan tokoh Bhisma yang rubuh oleh Srikhandi artinya tidak mati, kematianya nanti setelah perang Bhratayudha selesai, di tampilkan begitu sangat memukau di selingi dengan bodoran yang mengundang gelak tawa penonton, yang segmentasinya di atur sedemikian rupa yang masing masing Dalang bisa menampilkan kelebihnanya.


Ketidaktahuan generasi muda pada wayang saat ini memang tidak bisa dipersalahkan, karena tidak ada yang mendorong mereka untuk menonton hiburan itu. Ruang untuk menontonnya juga tidak ada. Pamiarta Wayang Golek sebuah komunitas pecinta seni tradisi sunda  berharap event serupa akan terus berlanjut sehingga pengenalannya terus dilakukan.

”Orang dewasa harus mengenalkan pada anak-anak tentang wayang. Saat ini terjadi krisis budaya, tapi minimal kita harus berbuat. Jangan sampai wayang musnah di masa yang sedang kita jalani dan untuk bisa bertahan, wayang juga harus berinovasi, tradisi juga harus disesuaikan dengan zaman, tapi tetap sesuai pakem, seniman wayang juga harus diapresiasi. Rama Waruga Wan.


Wayang Cepak Cirebon

Salah satu jenis kesenian Cirebon bernama unik lainnya yang akan Anda jumpai di wilayah ini. Disebut juga dengan Cepak/Papak, wayang ini terbuat dari kayu yang ujungnya tidak runcing (cepak=bahasa Sunda/papak=bahasa Jawa). Apabila dilihat dari bentuk dan wandanya, wayang cepak merupakan pengembangan dari wayang kulit, wayang golek atau wayang menak yang berpusat di daerah Cirebon. Wayang cepak biasanya membawakan lakon-lakon menak, panji, cerita-cerita babad, legenda dan mitos.  Pertunjukkan wayang cepak hanya terbatas pada upacara adat seperti ngunjung buyut (nadran), acara kaul dan ruwatan (ngaruat), yaitu menjauhkan marabahaya dari diri sukerta (orang yang diruwat). Dalam pertunjukkannya di masyarakat, wayang cepak Cirebon memiliki struktur yang baku. Adapun susunan adegan secara umum, sebagai berikut: 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6) Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug.  Waditra yang mengiringi Wayang Cepak meliputi gambang, gender, suling, saron I, saron II, bonang, kendang, gong, peking, jengglong, dan ketuk.  - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=374&lang=id#sthash.zL4pEVQi.dpuf